Pertanian Butuh Kearifan Lokal
Kesadaran dan
pengakuan komunitas pertanian internasional tentang nilai kearifan lokal atau
pengetahuan asli setempat (indigenous knowledge) bukanlah hal baru. Kearifan
lokal pertanian bersifat inovatif dan perlu diikutkan membantu mewujudkan
pertanian berkelanjutan dan ketahanan pangan. Namun negara-negara pada umumnya
masih tetap lebih terikat pada pragmatisme model-model inovasi pertanian
modern.
Laman Scidev.net
beberapa waktu belakangan ini menyampaikan rangkaian ulasan ilmiah maupun
seruan dari sejumlah pertemuan ilmiah internasional yang menekankan perlunya
masyarakat dan para pengambil keputusan segera menggali, melindungi dan
memanfaatkan kearifan lokal untuk inovasi dan pembangunan pertanian. Diakui
telah ada usaha di berbagai negara tetapi secara menyeluruh masih lamban dan
belum memadai.
Keadaan ini telah
menimbulkan kekhawatiran akan berakibat fatal bagi pertanian maupun ketahanan
pangan di masa mendatang. Kerusakan atau kemerosotan sumberdaya alam akibat
pertanian modern maupun pemanasan global bisa terlambat diatasi. Dan petani
generasi berikutpun bisa tidak lagi mewarisi penguasaan kearifan lokal
pertanian tradisional mereka.
Inovasi
Tradisional
Krystyna
Swiderska, peneliti senior pada International Institute for Environment and
Development (IIED) di London, Inggris dalam satu ulasannya menyatakan bahwa
komunitas yang hidup akrab dengan alam secara berlanjut menciptakan pendekatan
inovatif dalam pertanian maupun sektor lainnya. Mereka membangun pengetahuan
dan praktek yang mengalami perbaikan dari generasi ke generasi. Contohnya,
petani di berbagai penjuru dunia bereksperimen dengan tanaman lokal untuk
mengembangkan varietas yang lebih mampu menyesuaikan diri dengan kekeringan
atau hama. Dari segi perubahan iklim dan pertumbuhan penduduk, inovasi
tradisional demikian nerupakan sesuatu yang bernilai.
Kecenderungan
untuk melakukan inovasi pertanian modern secara ilmiah memang memberi solusi
terhadap masalah mendesak. Tetapi kebijakan inovasi demikian yang dari atas ke
bawah (top-down approach) melalaikan bentuk-bentuk inovasi tradisional yang
sudah berlangsung lama dan meluas. Petani lalu berada dalam posisi sebagai
pelaku bentuk inovasi yang diterima dari luar. Kemampuan petani, khususnya
petani kecil beradaptasi dengan tantangan iklim terus terkikis.
Dampak negatif
lainnya termasuk terjadinya kemerosotan tajam keragaman hayati dan budidaya.
Menurut catatan Badan Pangan dan Pertanian (FAO) PBB, dalam satu abad lebih sedikit
belakangan ini, pertanian modern telah melenyapkan bagian terbesar keragaman
tanaman di planet bumi. Sekarang, diet 95% penduduk bumi tergantung pada hanya
sekitar 30 jenis tanaman saja.
Menurut saya pada artikel anda isinya sudah bagus, dan sumbernya juga kredibel.Tampilannya menarik dan lucu. Namun pada kalimat awal paragraf tidak menjorok. Terimakasih
BalasHapus